Perangkat Yang Dikatakan Diciptakan Oleh Iblis
Juragan Casino - Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tentunya kita banyak menggunakan perangkat-perangkat untuk mendukung aktivitas kita agar tetap berjalan lancar sebagaimana adanya. Namun, tahukah kalian ada beberapa perangkat-perangkat yang dipercaya berasal dari iblis ? dengan kata lain iblislah yang menciptakan perangkat-perangkat tersebut. Dengan banyak sanggahan berupa tulisan dan buku yang menyatakan hal tersebut, serta pengaruh negatif yang muncul akibat adanya penggunaan perangkat-perangkat ini, tak heran jika orang-orang menyebutnya perangkat-perangkat ini berasa dari iblis.
Garpu
Alat ini sering kita jumpai sehari-hari, terutama pada saat makan, entah itu di restoran maupun di rumah. Penggunaan garpu sudah digunakan sejak zaman Yunani Kuno, masyarakat zaman itu menggunakan garpu untuk memahat dan memotong daging. Sampai abad ketujuh, penggunaan garpu yang muncul di Timur Tengah mulai digunakan sebagai alat makan. Ketika Doge Venesia menikahi putri Bizantium pada abad ke-11, si putri yang saat itu menggunakan garpu emas sebagai alat makan menimbulkan kecurigaan oleh penduduk Italia yang saat itu masih asing dengan sebuah garpu. Dalam buku sejarah tentang peralatan makan yang berjudul Feeding Desire, mengatakan "makanan adalah anugerah dari Tuhan, dan menggunakan alat makan buatan untuk mengangkut makanan ke mulut menandakan bahwa anugerah dari Tuhan itu (makanan) tidak layak disentuh oleh tangan manusia". Setelah putri Bizantium meninggal karena wabah penyakit, banyak penduduk yang berpikir itu adalah hukuman Tuhan atas dirinya karena menggunakan garpu.
Selain kecurigaan tersebut, mereka juga melihat adanya kemiripan garpu dengan tongkat milik Iblis yang dipinjam oleh dewa-dewi Yunani dan Romawi. Teori ini tetap bertahan di benak penduduk Eropa sampai beberapa abad, mereka tetap tidak ingin menggunakan garpu karena itu adalah lambang iblis, bahkan dalam beberapa kasus, jika kedapatan seseorang yang menggunakan garpu, maka ia akan dicurigai oleh banyak orang dalam waktu yang lama. Orang pertama yang menggunakan garpu di Inggirs, Thomas Coryat, diejek dan dijauhi karena ia menggunakan garpu sebagai alat bantu makan dengan alasan kebersihan. Thomas justru dijuluki "Furcifer", sebuah neologisme latin yang berarti "pembawa garpu" dan lebih terdengar mirip dengan kata "Lucifer".
Telepon
Penulis terkenal Amerika abad ke-19, Ambrose Bierce, pernah mendefinisikan telepon sebagai sebuah penemuan iblis untuk menghambat keberuntungan seseorang. Mungkin pernyataan Ambrose itu adalah bentuk sebuah sindiran terhadap pihak-pihak tertentu, namun tetap saja banyak yang menganggap kalau telepon diduga berasal dari iblis. Ketika telepon pertama kali diperkenalkan di Swedia, banyak orang pedesaan yang khawatir bahwa barang tersebut berasal dari roh jahat karena kabel telepon yang diduga berfungsi sebagai penyalur kilat ataupun listrik yang dapat membunuh seseorang ketika menggunakannya, para pendeta di tempat itu pun mengecam telepon sebagai alat buatan iblis. Kelompok Amish dan Mennonites yang tinggal di Amerika juga memiliki pandangan yang sama terhadap telepon ketika pertama kali diperkenalkan. Mereka menganggap bahwa penggunaan telepon dapat mempengaruhi timbulnya pengaruh yang buruk dari luar kelompok seperti gaya pakaian, bahasa, tradisi dan moralitas. Penggunaan telepon dianggap sebagai ancaman terhadap komunikasi masyarakat yang nantinya akan mengacaukan tatanan sosial dalam kehidupan.
Jurnalis Ethiopia terkenal, Paulos Gno Gno juga menulis tentang awalnya pengenalan telepon di istana Kaisar Menelik. Telepon pertama kali dipasang di istana Menelik pada tahun 1889 dan mulailah muncul berita tentang ketidak senangan terhadap teknologi baru tersebut. 8 perwakilan dari masyarakat yang saat itu diwakili oleh para pendeta menemui kaisar Menelik dan menghimbau kepada kaisar bahwa telepon itu adalah karya iblis dan harus dihancurkan di depan khalayak ramai. Menelik kemudian memberi tahu para delegasi bahwa apa yang dikatakan para pendeta dianggap sah dan membertahukan kepada para bangsawan serta patriark tentang kekhawatiran tersebut. Kaisar mengatakan bahwa jika telepon tidak dimusnahkan, maka ia akan meninggalkan iman ortodoksnya, para bangsawan dan patriark serta delegasi yang mendengar hal itu pun kemudian menenangkan para pendeta dan memohon kepada kaisar agar tidak meninggalkan iman ortodoksnya.
Dadu
Mungkin tidak terlalu mengejutkan bahwa perjudian dianggap sebagai dosa besar pada Abad Pertengahan, karena menggunakan dadu yang dianggap sebagai penghujatan agama dan penyembahan berhala. Bahkan beberapa penjudi pada zaman itu berdoa kepada Decius, dewa dadu, untuk meminta kemenangan. Menurut penulis Bernadette Paton, para biarawan di Siena percaya bahwa penggunaan dadu adalah bentuk penyembahan setan dan penjudi lebih mempercayai dadu dari pada Tuhan. John Mirk, seorang kritikus dari Inggris pada abad ke-14 juga setuju dengan pernyataan tersebut, ia berpendapat bahwa ketika para penjudi melemparkan dadu ke meja judi, pada saat yang sama mereka telah melemparkan jiwanya kepada iblis. Meja judi digambarkan sebagai altar penyembahan kepada iblis dan membuat para penjudi memberikan semua harta keuntungan pribadinya untuk diserahkan kepada iblis.
Seorang pendeta besar dari Dominikan, Gabriel de Barletta juga menyuarakan pendapatnya terhadap dadu yang merupakan benda ciptaan iblis, ia beranggapan bahwa iblis ingin menyaingi Tuhan dalam penciptaan. Tuhan menciptakan 21 huruf abjad, sedangkan iblis menciptakan dadu dengan menempatkan 21 poin dalam total sisi dadu. Bahkan, ada puisi kuno dari Prancis pada abad ke-13 yang berjudul "Du Jeu de Dez" yang mengklaim bahwa iblis meyakinkan seorang senator Romawi untuk menciptakan sebuah dadu. Dadu melambangkan kejatuhan, dan setiap sisi dadu mewakili bentuk penghinaan terhadap elemen suci Tuhan. Angka satu untuk menghujat Tuhan, angka dua untuk menghina Tuhan dan maria, angka 3 untuk penolakan terhadap Tritunggal, angka empat untuk menghujat para pendeta, angka lima pelecehan terhadap Salib, dan angka 6 melambangkan kebencian terhadap 6 hari Penciptaan.
Alat Musik
Ada kepercayaan umum dalam tradisi Islam bahwa instrumen musik diciptakan oleh Setan karena ia cemburu terhadap suara nyanyian nabi Da'ud. Ada juga yang beranggapan bahwa Tubal, keturunan Kain, yang menciptakan kecapi, rebana dan seruling. Tradisi Suriah menyatakan bahwa instrumen yang diciptakan oleh keturunan Kain dibuat untuk merayakan kematian Abel. Sementara umat Islam lainnya mengklaim bahwa tidak ada larangan penggunaan alat musik secara langsung dalam Al Quran atau hadis dan hal itu dapat dilakukan untuk menyembah Tuhan, sehingga tidak tergolong sesuatu yang haram. Namun, di beberapa sekolah Islam, musik diyakini menyebabkan bisul, diabetes dan kegilaan yang dapat memperlambat kemajuan spiritual dan etis masyarakat. Bani Umayyad Umar ibn Adul-Azzeez pernah menyatakan melalui tulisannya, bahwa instrumen musik datang dari satan dan itu menjadi murka Allah, karena musik yang dimainkan dapat menumbuhkan kemunafikan di dalam hati layaknya air yang membuat tanaman tetap tumbuh.
Sedangkan tradisi dalam agama Kristen menggambarkan bahwa satan adalah seorang musisi, berdasarkan ayat-ayat Alkitab dari kitab Yehezkiel yang menyatakan bahwa satan adalah kerub yang bertanggung jawab atas musik di Surga sebelum ia dijatuhkan ke dalam Neraka, dan menganggap bahwa satan dapat masuk ke jiwa orang-orang, mempengaruhi pikiran mereka melalui musik yang ada di dunia. Bahkan, beberapa kelompok ada yang menganggap bahwa kekuatan instrumen musik perkusi dan yang ditiup seperti seruling berasal dari satan. Sebenarnya interpretasi ini agak spekulatif karena ada beberapa referensi lain dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa alat musik ini juga digunakan di Surga, dan masih belum jelas apa tugas satan sebelum ia dijatuhkan ke Bumi.
Teater
Pada tahun 1632, seorang puritan bernama William Prynne menulis Histrimastix: The Player's Scourge, dengan alasan bahwa teater adalah ciptaan iblis. William sangat marah dengan penggunaan kertas cetak berkualitas yang terbuang percuma untuk menulis drama daripada untuk menulis karya religius. Ia beranggapan bahwa seharusnya pemerintah menggunakan kertas yang berkualitas untuk menerbitkan buku-buku bernuansa religius agar masyarakat tidak menjadi bebal dan semakin meneguhkan iman kepercayaan mereka. Aktor dan dramawan yang bermain di teater pada saat itu adalah pelacur, pemabuk dan tak berTuhan yang jelas menjadi sebuah contoh yang negatif bagi penduduk. sehingga seringkali beberapa kelompok menganggap teater merupakan aksi ibadah kepada iblis. Pada saat itu juga, istri Raja Charles I, Ratu Henrietta Maria yang sedang tampil dalam pertunjukkan topeng pastoral merasa dilecehkan oleh tulisan William Prynne. William akhirnya dijatuhi hukuman oleh penerbit pada saat itu untuk membayar denda terhadap tulisannya itu, ia juga dipecat dan kehilangan telinganya sebagai hukuman atas tindakannya itu.
Pada tahun 1910, Pastor Isaac M. Haldeman memposting sebuah iklan di The New York Times yang mengklaim hal yang sama dengan William Prynne. Dia berkata bahwa setiap orang yang menari diatas panggung dan bermain kartu merupakan hal duniawi dan membahayakan yang berasal dari iblis untuk menguasai setiap manusia yang hidup di muka Bumi. Dengan adanya teater, akan ada pengaruh buruk yang akan muncul pada sisi kehidupan manusia seperti ketidaktertiban, takhyul dan pelanggaran hukum yang semakin meningkat. Selain itu, ia juga merasa resah terhadap pengaruk seseorang yang atheis yang menjadi tokoh dalam masyarakat.
Garpu
Alat ini sering kita jumpai sehari-hari, terutama pada saat makan, entah itu di restoran maupun di rumah. Penggunaan garpu sudah digunakan sejak zaman Yunani Kuno, masyarakat zaman itu menggunakan garpu untuk memahat dan memotong daging. Sampai abad ketujuh, penggunaan garpu yang muncul di Timur Tengah mulai digunakan sebagai alat makan. Ketika Doge Venesia menikahi putri Bizantium pada abad ke-11, si putri yang saat itu menggunakan garpu emas sebagai alat makan menimbulkan kecurigaan oleh penduduk Italia yang saat itu masih asing dengan sebuah garpu. Dalam buku sejarah tentang peralatan makan yang berjudul Feeding Desire, mengatakan "makanan adalah anugerah dari Tuhan, dan menggunakan alat makan buatan untuk mengangkut makanan ke mulut menandakan bahwa anugerah dari Tuhan itu (makanan) tidak layak disentuh oleh tangan manusia". Setelah putri Bizantium meninggal karena wabah penyakit, banyak penduduk yang berpikir itu adalah hukuman Tuhan atas dirinya karena menggunakan garpu.
Selain kecurigaan tersebut, mereka juga melihat adanya kemiripan garpu dengan tongkat milik Iblis yang dipinjam oleh dewa-dewi Yunani dan Romawi. Teori ini tetap bertahan di benak penduduk Eropa sampai beberapa abad, mereka tetap tidak ingin menggunakan garpu karena itu adalah lambang iblis, bahkan dalam beberapa kasus, jika kedapatan seseorang yang menggunakan garpu, maka ia akan dicurigai oleh banyak orang dalam waktu yang lama. Orang pertama yang menggunakan garpu di Inggirs, Thomas Coryat, diejek dan dijauhi karena ia menggunakan garpu sebagai alat bantu makan dengan alasan kebersihan. Thomas justru dijuluki "Furcifer", sebuah neologisme latin yang berarti "pembawa garpu" dan lebih terdengar mirip dengan kata "Lucifer".
Telepon
Penulis terkenal Amerika abad ke-19, Ambrose Bierce, pernah mendefinisikan telepon sebagai sebuah penemuan iblis untuk menghambat keberuntungan seseorang. Mungkin pernyataan Ambrose itu adalah bentuk sebuah sindiran terhadap pihak-pihak tertentu, namun tetap saja banyak yang menganggap kalau telepon diduga berasal dari iblis. Ketika telepon pertama kali diperkenalkan di Swedia, banyak orang pedesaan yang khawatir bahwa barang tersebut berasal dari roh jahat karena kabel telepon yang diduga berfungsi sebagai penyalur kilat ataupun listrik yang dapat membunuh seseorang ketika menggunakannya, para pendeta di tempat itu pun mengecam telepon sebagai alat buatan iblis. Kelompok Amish dan Mennonites yang tinggal di Amerika juga memiliki pandangan yang sama terhadap telepon ketika pertama kali diperkenalkan. Mereka menganggap bahwa penggunaan telepon dapat mempengaruhi timbulnya pengaruh yang buruk dari luar kelompok seperti gaya pakaian, bahasa, tradisi dan moralitas. Penggunaan telepon dianggap sebagai ancaman terhadap komunikasi masyarakat yang nantinya akan mengacaukan tatanan sosial dalam kehidupan.
Jurnalis Ethiopia terkenal, Paulos Gno Gno juga menulis tentang awalnya pengenalan telepon di istana Kaisar Menelik. Telepon pertama kali dipasang di istana Menelik pada tahun 1889 dan mulailah muncul berita tentang ketidak senangan terhadap teknologi baru tersebut. 8 perwakilan dari masyarakat yang saat itu diwakili oleh para pendeta menemui kaisar Menelik dan menghimbau kepada kaisar bahwa telepon itu adalah karya iblis dan harus dihancurkan di depan khalayak ramai. Menelik kemudian memberi tahu para delegasi bahwa apa yang dikatakan para pendeta dianggap sah dan membertahukan kepada para bangsawan serta patriark tentang kekhawatiran tersebut. Kaisar mengatakan bahwa jika telepon tidak dimusnahkan, maka ia akan meninggalkan iman ortodoksnya, para bangsawan dan patriark serta delegasi yang mendengar hal itu pun kemudian menenangkan para pendeta dan memohon kepada kaisar agar tidak meninggalkan iman ortodoksnya.
Dadu
Mungkin tidak terlalu mengejutkan bahwa perjudian dianggap sebagai dosa besar pada Abad Pertengahan, karena menggunakan dadu yang dianggap sebagai penghujatan agama dan penyembahan berhala. Bahkan beberapa penjudi pada zaman itu berdoa kepada Decius, dewa dadu, untuk meminta kemenangan. Menurut penulis Bernadette Paton, para biarawan di Siena percaya bahwa penggunaan dadu adalah bentuk penyembahan setan dan penjudi lebih mempercayai dadu dari pada Tuhan. John Mirk, seorang kritikus dari Inggris pada abad ke-14 juga setuju dengan pernyataan tersebut, ia berpendapat bahwa ketika para penjudi melemparkan dadu ke meja judi, pada saat yang sama mereka telah melemparkan jiwanya kepada iblis. Meja judi digambarkan sebagai altar penyembahan kepada iblis dan membuat para penjudi memberikan semua harta keuntungan pribadinya untuk diserahkan kepada iblis.
Seorang pendeta besar dari Dominikan, Gabriel de Barletta juga menyuarakan pendapatnya terhadap dadu yang merupakan benda ciptaan iblis, ia beranggapan bahwa iblis ingin menyaingi Tuhan dalam penciptaan. Tuhan menciptakan 21 huruf abjad, sedangkan iblis menciptakan dadu dengan menempatkan 21 poin dalam total sisi dadu. Bahkan, ada puisi kuno dari Prancis pada abad ke-13 yang berjudul "Du Jeu de Dez" yang mengklaim bahwa iblis meyakinkan seorang senator Romawi untuk menciptakan sebuah dadu. Dadu melambangkan kejatuhan, dan setiap sisi dadu mewakili bentuk penghinaan terhadap elemen suci Tuhan. Angka satu untuk menghujat Tuhan, angka dua untuk menghina Tuhan dan maria, angka 3 untuk penolakan terhadap Tritunggal, angka empat untuk menghujat para pendeta, angka lima pelecehan terhadap Salib, dan angka 6 melambangkan kebencian terhadap 6 hari Penciptaan.
Alat Musik
Ada kepercayaan umum dalam tradisi Islam bahwa instrumen musik diciptakan oleh Setan karena ia cemburu terhadap suara nyanyian nabi Da'ud. Ada juga yang beranggapan bahwa Tubal, keturunan Kain, yang menciptakan kecapi, rebana dan seruling. Tradisi Suriah menyatakan bahwa instrumen yang diciptakan oleh keturunan Kain dibuat untuk merayakan kematian Abel. Sementara umat Islam lainnya mengklaim bahwa tidak ada larangan penggunaan alat musik secara langsung dalam Al Quran atau hadis dan hal itu dapat dilakukan untuk menyembah Tuhan, sehingga tidak tergolong sesuatu yang haram. Namun, di beberapa sekolah Islam, musik diyakini menyebabkan bisul, diabetes dan kegilaan yang dapat memperlambat kemajuan spiritual dan etis masyarakat. Bani Umayyad Umar ibn Adul-Azzeez pernah menyatakan melalui tulisannya, bahwa instrumen musik datang dari satan dan itu menjadi murka Allah, karena musik yang dimainkan dapat menumbuhkan kemunafikan di dalam hati layaknya air yang membuat tanaman tetap tumbuh.
Sedangkan tradisi dalam agama Kristen menggambarkan bahwa satan adalah seorang musisi, berdasarkan ayat-ayat Alkitab dari kitab Yehezkiel yang menyatakan bahwa satan adalah kerub yang bertanggung jawab atas musik di Surga sebelum ia dijatuhkan ke dalam Neraka, dan menganggap bahwa satan dapat masuk ke jiwa orang-orang, mempengaruhi pikiran mereka melalui musik yang ada di dunia. Bahkan, beberapa kelompok ada yang menganggap bahwa kekuatan instrumen musik perkusi dan yang ditiup seperti seruling berasal dari satan. Sebenarnya interpretasi ini agak spekulatif karena ada beberapa referensi lain dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa alat musik ini juga digunakan di Surga, dan masih belum jelas apa tugas satan sebelum ia dijatuhkan ke Bumi.
Teater
Pada tahun 1632, seorang puritan bernama William Prynne menulis Histrimastix: The Player's Scourge, dengan alasan bahwa teater adalah ciptaan iblis. William sangat marah dengan penggunaan kertas cetak berkualitas yang terbuang percuma untuk menulis drama daripada untuk menulis karya religius. Ia beranggapan bahwa seharusnya pemerintah menggunakan kertas yang berkualitas untuk menerbitkan buku-buku bernuansa religius agar masyarakat tidak menjadi bebal dan semakin meneguhkan iman kepercayaan mereka. Aktor dan dramawan yang bermain di teater pada saat itu adalah pelacur, pemabuk dan tak berTuhan yang jelas menjadi sebuah contoh yang negatif bagi penduduk. sehingga seringkali beberapa kelompok menganggap teater merupakan aksi ibadah kepada iblis. Pada saat itu juga, istri Raja Charles I, Ratu Henrietta Maria yang sedang tampil dalam pertunjukkan topeng pastoral merasa dilecehkan oleh tulisan William Prynne. William akhirnya dijatuhi hukuman oleh penerbit pada saat itu untuk membayar denda terhadap tulisannya itu, ia juga dipecat dan kehilangan telinganya sebagai hukuman atas tindakannya itu.
Pada tahun 1910, Pastor Isaac M. Haldeman memposting sebuah iklan di The New York Times yang mengklaim hal yang sama dengan William Prynne. Dia berkata bahwa setiap orang yang menari diatas panggung dan bermain kartu merupakan hal duniawi dan membahayakan yang berasal dari iblis untuk menguasai setiap manusia yang hidup di muka Bumi. Dengan adanya teater, akan ada pengaruh buruk yang akan muncul pada sisi kehidupan manusia seperti ketidaktertiban, takhyul dan pelanggaran hukum yang semakin meningkat. Selain itu, ia juga merasa resah terhadap pengaruk seseorang yang atheis yang menjadi tokoh dalam masyarakat.
Tidak ada komentar